Jalan-jalan ke Perbatasan RI – Papua New Guinea

Dalam liburan kami di Papua, saya dan keluarga kali ini melakukan perjalanan sangat yang menarik. Kali ini kami mengunjungi Skouw untuk melihat perbatasan RI – Papua New Guinea. Skouw merupakan desa terakhir di bagian utara pulau Papua yang memiliki pintu perbatasan dengan Papua New Guinea. 

Dalam bayangan saya yang namanya perbatasan mungkin seperti yang saya lihat di film-film, hanya ada pos tentara dengan penjagaan yang ketat, ada palang kayu yang bisa buka tutup naik turun di kedua sisi negara serta biasanya dikelilingi hutan belantara dan sepi. Saya mendapat informasi dari keluarga bahwa perbatasan yang akan saya kunjungi ini sangat jauh dari apa  yang saya bayangkan.

Kami memulai perjalanan dari rumah mertua di Kota Sentani. Perjalanan ke perbatasan akan ditempuh dalam waktu 2 jam. Perjalanan ini nantinya akan melewati salah satu wisata pantai yang cukup indah yaitu Pantai Holtekamp. Sebenarnya, kami bisa saja singgah untuk sekedar foto-foto dan melihat pemandangan, tapi karena waktu itu sedang hujan maka kami hanya melewatinya saja sambil melihat pemandangannya dari jendela mobil.

Jalan yang kami lalui menuju perbatasan tergolong sangat bagus bahkan istimewa untuk ukuran di daerah pedalaman seperti ini. Apalagi ketika kami telah melewati wilayah Arso, jalan yang kami lalui memiliki lebar sampai 8 meter. Terlihat sangat mulus dan rapi. Jalan lintas negara ini kabarnya baru diperbaiki setelah ada kunjungan dari Presiden Jokowi ke perbatasan.

Sepanjang perjalanan terutama setelah melewati Arso, hanya hutan belantara yang kami lihat. Pohon-pohon yang tinggi dan besar berdiri kokoh dan rapat bagaikan deretan tembok besar yang megah. Saya banyangkan kayaknya seram juga kalau ada yang berani jalan pada malam hari.

Tidak ada sama sekali rumah penduduk kecuali ada beberapa pos TNI saja. Saya amati di beberapa pos itu ada anggota TNI yang dengan sigap menjaga keamanan. Maklum karena daerah ini kabarnya sangat rawan terjadinya gangguan keamanan baik yang berkaitan dengan "politik" ataupun kriminal.

Setelah menempuh perjalanan yang panjang, akhirnya kami tiba juga di pos pemeriksaan perbatasan. Di tempat ini prosesnya tidak ribet. Salah seorang keluarga kami menyerahkan KTP nya kepada petugas. Lalu setelah melihat ke dalam mobil, petugas itu menyuruh mobil kami lewat. Memang penting untuk setiap mobil yang melewati pos penjagaan harus membuka semua jendela mobil agar proses pemeriksaan berjalan lancar.




Dan inilah ujung timur Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saya begitu kaget melihat kondisi perbatasan ini. Benar-benar diluar dugaan saya. Ternyata perbatasan ini merupakan sebuah komplek yang besar dengan jalanan yang tertata dengan rapi. Lagi-lagi ini sesuatu yang istimewa untuk daerah pedalaman seperti ini.


Walaupun masih dalam taraf pembangunan, saya bisa melihat terdapat beberapa bangunan besar yang dikelilingi dengan taman yang juga masih dalam pembangunan. Menurut informasi yang saya dengar, salah satu bangunan itu akan digunakan untuk pos pemeriksaan sekaligus pasar modern. Nantinya para pedagang dari Indonesia dapat berjualan di tempat ini.

Hal ini tentunya dapat memudahkan bagi penduduk dari Papua New Guinea yang ingin berbelanja aneka kebutuhan di Indonesia. Selama ini memang banyak penduduk Papua New Guinea yang sering membeli berbagai kebutuhan terutama sembako di Indonesia.

Hal ini terjadi karena barang kebutuhan yang diperlukan oleh mereka tersedia dengan harga yang murah dan lengkap di Indonesia. Selain itu kota-kota Papua New Guinea terutama di sekitar perbatasan sangat jauh dari ibu kota negara mereka yaitu Port Moresby. Saya melihat ada beberapa truk-truk dari Indonesia yang melintasi perbatasan dengan membawa sembako yang mayoritas mie instan.

Saya pikir ini merupakan program strategis dari pemerintah untuk memajukan perekonomian di wilayah perbatasan. Jangan ada lagi cerita seperti di perbatasan RI – Malaysia yang penduduknya lebih senang punya Ringgit ketimbang Rupiah karena lebih mudah memperoleh kebutuhan pokok di Malaysia dari pada di Indonesia. Pada akhirnya perekonomian Malaysia-lah yang lebih diuntungkan.


Kembali soal perbatasan, saya melihat perbedaan yang mencolok antara kedua negara jika dilihat dari fasilitas di perbatasan masing-masing. Dari tugunya saja sudah beda. Di Indonesia tugu selamat datangnya begitu megah dan tinggi, sedangkan di Papua New Guinea tugunya pendek dan terbuat dari kayu.



Untuk gedung pemeriksaannya, di Papua New Guinea terlihat kecil dan sepi petugas, sedangkan di Indonesia begitu mentereng dan terintegrasi. Kita juga memiliki pasar modern di perbatasan, sedangkan di Papua New Guinea pasarnya terlihat sangat sederhana.

Saya dan keluarga berjalan melintasi perbatasan melewati Zona Netral kemudian melewati pos karantina hewan dan sampailah saya di wilayah Papua New Guinea. Di sini saya melihat keadaan alam yang sama dengan di Papua.



Sebenarnya tujuan saya kesini bukan hanya untuk melihat pos perbatasannya saja, tapi juga membeli souvenir dan produk-produk buatan Papua New Guinea. Salah satu produk yang saya incar adalah Twisties. Makanan ringan ini sangat populer bagi warga Jayapura.


Snack dengan rasa dominannya keju ini dijual seharga Rp. 5000 per bungkus atau Rp. 200.000 per dos yang isinya 42 bungkus. Ada juga sosis dan daging lembu yang di jual seharga Rp. 50.000 per potong. Beberapa souvenir lain seperti kaos, topi, gelang juga dijual di sini.



Mayoritas penduduk yang berjualan disini sudah mahir berbahasa Indonesia. Memang ada juga beberapa yang menggunakan bahasa lokal tapi mereka juga mengetahui Bahasa Inggris. Saya mengamati memang aktifitas di perbatasan ini tidak terlalu ramai.

Mungkin karena saat itu sedang masa liburan Natal dan Tahun Baru. Namun kabarnya pada hari-hari biasa tempat ini sangat ramai dengan dengan pedagang maupun penduduk yang akan melintas ke negara masing-masing.

Komentar

Postingan Populer